Wednesday, November 13, 2013

The Actors

[Kaliurang, 06.23 a.m #nowlistening Cahaya Hati by Opick]

Kalau nonton film atau sinetron, pasti kita ketemu sama dua karakter ini: protagonis dan antagonis. Pemeran protagonis adalah aktor yang memerankan tokoh berkarakter baik, biasanya sekaligus jadi pemeran utamanya. Harry Potter dan Superman adalah contoh karakter protagonis. Kebalikannya, aktor antagonis dibangun dengan karakter-karakter negatif, umumnya sih berperan sebagai penjahat dan menjadi musuh si tokoh pahlawan. Karakter antagonis ini cenderung memiliki sifat jahat, culas, dan gemar membuat kerusakan, pokoknya meresahkan banyak orang lah.
Saya rasa, tidak hanya dalam sinetron atau film saja kita bisa menemui karakter protagonis dan antagonis ya?  Dalam dunia nyata pun mereka juga eksis. Yang paling mudah adalah ketika kita menonton berita di televisi, kasus kriminalitas misalnya. Dari situ sudah bisa kita nilai mana si protagonis dan mana yang antagonis. Ya walaupun tidak se dramatis dalam kisah fiksi, tapi keberadaan mereka menjadi pembeda dan memberikan batasan nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai keburukan.
Bagaimana kedua karakter ini bermula?
Ini sekedar analisa dan pendapat saya sebagai penulis fiksi bukan ahli ilmu agama lo ya J. Analisis ini saya dasarkan pada pendapat seorang ulama yang menyatakan bahwa, dosa pertama manusia adalah iri hati. Penyebab iblis membangkang perintah Allah untuk bersujud tidak lain disebabkan karena iri hati kepada nabi Adam A.S. Sebagai konsekuensi, Allah kemudian mengutuknya sampai kiamat tiba. Iblis pun menyatakan dengan sombongnya tidak akan melepas anak Adam untuk masuk surga. Terang-terangan iblis menyatakan diri sebagai ‘tokoh’ antagonis.
Dunia fiksi tentu berbeda dengan dunia nyata. Dalam dunia fiksi, semuanya serba relatif. Protagonis atau antagonis itu tergantung dari sudut pandang siapa yang melihat. Seseorang menjadi ‘jahat’ karena memang dikondisikan demikan oleh si penulis, semata-mata dihadirkan untuk dibandingkan si ‘baik’. Demikian pula sebaliknya. Selain itu, seorang aktor tidak bisa memilih peran yang sudah ditentukan dalam skrip oleh sang sutradara.
Kita sebagai manusia, tentu tidak hidup di dunia fiksi bukan? Yang harus kita sadari, bahwa kita memiliki kehendak untuk memilih akan menjadi apa kita, dan akan memerankan karakter seperti apa nanti. Semua tergantung kita. Menjadi baik, tidak cukup dari standar pribadi yang kita pakai. Ada aturan dan koridor yang harus kita patuhi. Pun larangan dan rambu-rambu yang tidak boleh kita langgar. Jika dalam dunia fiksi, aturan, rambu-rambu, konsekuensi, dan ‘hukuman’ dan ‘pahala’ yang diterima oleh masing-masing aktor berdasarkan standar si penulis/ sutradara. Demikian di dunia nyata, Allah lah Penulis Skenario sekaligus Sang Sutradara yang menetapkan rambu-rambu, konsekuensi, hukuman pun pahala bagi para aktornya berdasarkan standar yang telah ditetapkanNya. Diturunkannya Al Quran dan ditugaskannya nabi Muhammad di dunia tiada lain sebagai tuntunan dan peringatan bagi umat manusia. Dari situ Allah kemudian menilai manusia dari ketaatannya menjalankan aturan yang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadist, dan apakah kita telah menjalani kehidupan kita sudah sesuai dengan standarNya.
Kita termasuk aktor yang mana?
Aktor protagonis jika berdasarkan standar Islam adalah umat yang hati dan perilakunya leboh condong kepada Allah, Al Quran dan rosulNya. Sedangkan aktor protagonis justru yang sebaliknya, gemar melanggar yang dilarang, ingkar kepada keberananNya, dan menuhankan nafsunya.
Sebaik-baiknya manusia adalah yang menjadi pembuka kebaikan dan penutup keburukan. Bukan malah menjadi pembuka kejahatan dan penutup kebaikan. Ketika kita tidak bisa memuji teman kita, setidaknya kita tidak mencela kekurangannya. Atau, jangan bikin susah orang lain jika kita tidak bisa menyenangkannya. J
Teman-teman, kita tidak sedang main drama pertunjukan lo, jangan terlena dengan peran antagonis kita walaupun kadang menyenangkan. Segera ganti peran kita. Siapa bilang tidak ada kata terlambat. Kita tidak pernah tahu kapan dan dimana bagian akhir episode hidup kita. Satu hal, kita memiliki Allah yang Maha Pengampun atas dosa dan khilaf yang kita lakukan selama kita datang dengan iman dan memperbaiki diri. Tidak percaya? Coba hitung ya, ada sekitar 90an ayat dalam Al Quran yang menyatakan bahwa Allah selalu menunggu tobat dari hambanya dan berjanji akan mengampuniNya. Wallahua'lam bisshawab..

No comments:

Post a Comment