Thursday, October 10, 2013

Jangan (hanya) Berjuang Untuk Cum Laude



[Bandung, dingin, dan lapar, jam 07.01]

Sungguh, saya akui, mahasiswa jaman sekarang itu ‘pandai-pandai’ secara akademis. Mereka bisa lulus tepat waktu dengan nilai IPK yang fantastis. Cum Laude. Kalau boleh saya bandingkan dengan jaman saya kuliah dulu, mau masuk kuliah susahnya minta ampun, lulusnya apalagi. Makanya banyak beberapa teman seangkatan saya yang jadi mahasiswa abadi, ya terlepas dari faktor kemalasan mereka juga sih. Mahasiswa jaman sekarang juga jauh lebih ‘enak’ sekaligus lebih ‘manja’ hehehe... No offense ya... ini pendapat pribadi soalnya, boleh kok kalau tidak setuju. Peace!

Saya punya alasan mengapa saya berpendapat demikian. Di salah satu institusi tempat saya bekerja dulu, bos saya pernah merekrut beberpa fresh graduate yang kesemuanya memiliki IPK diatas 3.00. Tentu dengan harapan mereka dapat belajar product knowlegde dengan cepat karena memiliki IQ yang lumayan encer. Namun ternyata sebaliknya. Belum 3 bulan, 3 dari 5 yang direkrut, resmi mengundurkan diri dengan alasan tidak betah dengan pressure pekerjaan, dan satu orang lainnya mendapat teguran karena kurang disiplin. Well, kejadian itu bukan semata-mata menyudutkan para fresh graduate, tetapi jadi salah satu wacana pembelajaran saja, untuk saya juga.
Harus diakui, gelar Cum Laude saja ternyata tidak cukup lo untuk bekal kita berjuang di dunia kerja dan berinteraksi dengan masyarakat. Karena ketika kita sudah terjun langsung embel-embel IPK dan Cum Laude tidak akan terbaca di jidat kita. Yang mereka tuntut adalah kemampuan kita, dan karya kita.
Passion...passion...passion...!
Beberapa tahun lalu saya surprise karena salah satu teman saya memutuskan resign dari PNS (dosen tetap di Universitas negeri) dan memilih mengikuti panggilan jiwanya sebagai motivator dan fasilitator. Banyak sekali orang-orang yang sukses dan mencintai profesinya yang jauh berbeda dari ilmu yang pernah mereka pelajari di bangku sekolah/ kuliah. Passion dapat diartikan sebagai keinginan, gairah, minat terbesar dalam diri. Kenali passion, kenali potensi, dan kekuatan diri. Passion dapat terlihat dari hobi dan kecenderungan kita saat mengisi waktu luang. Masing-masing orang memiliki passin yang berbeda-beda, ada yang bakat jualan, menulis, akting, masak, atau mengajar. Optimalkan dengan mengalokasikan waktu khusus untuk mengasahnya. Besi tua yang terus ditempa kelak akan menjadi sebuah pedang yang mumpuni!
Fight.... fight...fight...!
Kompetisi dan persaingan merupakan sarana untuk melatih mental juang. Orang yang terbiasa bersaing (dalam arti positif) akan terbiasa dengan target dan akan memotivasi dirinya untuk lebih baik lagi. Selain itu juga akan membentuk diri kita lebih tangguh, percaya diri, dan tidak mudah berputus asa menghadapi tantangan, ujian bahkan kegagalan. Karena dalam dunia kerja dan bermasyarakat, hanya orang-orang yang tangguhlah yang bisa bertahan, dan hanya orang-orang yang mau berjuang lah yang menang. Bagi yang hobi nulis, sering-seringlah ikut lomba cerpen dan jangan menyerah walau naskahnya masih belum dimuat di majalah. Tidak ada ruginya ikut lomba debat berbahasa Inggris walaupun conversationnya dan grammarnya masih belum sempurna. Don’t worry, practice makes perfect!. Intinya asah mentalmu, pertajam intuisimu.
Be Creative... Be Creative... Be Creative
Orang kreatif itu banyak akal, karena orang kreatif itu mampu membaca peluang disekitarnya dan mampu memanfaatkannya. Kreatif bukan hanya dalam kacamata dunia bisnis saja, kreatif itu luas. Siapapun dan profesi apapun tidak membatasi untuk menjadi kreatif. Hal-hal baru dan fenomenal seringkali lahir dari ‘ketidaksengajaan’ dan kreatifitas, misalnya saja facebook. Kunci kreatif adalah eksperimen dan berani gagal.
Attitude... Attitude... Attitude...
Mencari orang berpredikat Cum Laude itu mudah, tinggal search di database lulusan, ketemu. Tapi mencari orang yang benar-benar memiliki attitude (baca: akhlaq) yang baik itu tidak mudah. Kalau dalam bahasa jawanya disebut tata krama. Bergesernya pola komunikasi, mengakibatkan pergeseran nilai-nilai initimacy (kedekatan) dengan orang lain. Sehingga, penghargaan dan hormat (respect) kepada orang lain pun juga mulai pudar. Terpaan budaya pop dan budaya barat yang kian melanda generasi muda jaman sekarang semakin mengaburkan norma budaya bangsa sendiri.
Iman... Iman... Iman...
Punya gelar Cum Laude tapi suka lupa sholat, IPK 4.00 tapi maksiat jalan terus. Apa yang bisa dibanggakan dari prestasi semacam ini. Karena Allah tidak akan menanyakan kita cum laude atau D.O. Allah juga tidak peduli kita lulusan Eropa atau Arab. Yang kelak akan kita pertanggungjawabkan adalah seberapa manfaatkah ilmu kita. Ilmu dan Iman bagai dua sisi mata uang, yang akan bernilai jika kedua sisinya sempurna.
Teman-teman yang baik, berjuang untuk meraih predikat cum laude itu baik, akan sempurna lagi jika kita pun mengasah karakter diri dan spiritualitas kita. Karena sesungguhnya, Allah akan meninggikan derajat ummatnya yang beriman lagi berilmu (QS. 58:11).

No comments:

Post a Comment