Wednesday, October 23, 2013

Baik Saja Tidak Cukup




[Surabaya, jam 06.07 wib]
Pagi ini saya akan mampir ke PMI Embong Ploso untuk donor darah. Sudah hampir 8 tahun ini saya menjadi salah satu pendonor tetap, ya walaupun tidak rutin. Tapi dalam kurun waktu setahun selalu saya usahakan bisa donor. Bagi saya, donor itu salah satu cara saya ‘bersih-bersih’ badan, selain mandi, tentunya. Darah itu ibarat air tubuh. Tidak cuma air aquarium dan bak kamar mandi saja yang harus ‘dikuras’, darah dalam tubuh juga perlu diperbarui supaya lebih sehat dan bersih. Dengan ‘mengeluarkan’ darah yang ada dalam tubuh kita, maka akan menstimulasi produksi sel-sel darah yang baru. Dengan demikian dapat mengurangi risiko hemocromatosis (penyerapan zat besi yang berlebihan), lebih menyehatkan jantung, dan hati. Satu hal lagi, mencegah obesitas!

Seperti biasa, setelah mengisi formulir donor, saya pun diminta menimbang berat badan, cek tensi, dan cek Hb. Tensi yang terlalu rendah atau Hb kurang dari 12,5 adalah dua hal itu yang bikin saya tertolak untuk donor. Tapi alhamdulillah tidak untuk kali ini. Setelah menunggu kurang lebih selama 10 menit, akhirnya mbak Maya, salah satu petugas yang saya kenal, mempersilakan saya untuk berbaring dan dengan cekatan menyiapkan peralatan medisnya. Karena berat badan saya hanya 46 kg, darah yang bisa saya donorkan hanya 250 cc. Tapi semoga bisa bermanfaat untuk siapa pun yang membutuhkan.
Jika banyak yang bilang, bahagia itu sederhana, demikian juga berbuat baik, tidak perlu ngoyo, banyak jalan yang bisa dilakukan untuk memperoleh pahala. Bagi yang banyak duit dan harta, sah-sah saja membangun masjid dan menyantuni puluhan bahkan rastusan dhuafa. Sedekah itu tidak harus dengan harta, bukan? Menolong orang tidak harus dengan materi. Satu hal, berbuat baik itu sifatnya sangat personal.
Bukankah setiap amal perbuatan itu tergantung dari niatannya?
Saya masih terus mengamati aliran darah saya yang mengaliri selang di lengan kanan saya menuju kantung yang semakin lama semakin menggembung. Mungkin demikian juga dengan aliran dosa-dosa saya saat ini.
Dan balasan bagi tiap-tiap orang pun tergantung dari apa yang diniatkan, bukan?
Seringkali kita terlena ketika kita melakukan sebuah kebaikan untuk  orang lain, tetapi kita tidak pernah menyadari bahwa masih ada sebongkah kebusukan yang menempel dalam urat syaraf kita, di tempat yang paling dekat dengan kita, dalam diri kita. Sudahkah kita berbuat baik untuk diri kita? memberikan hak untuk jiwa dan ragawi kita?
Sudahkah kita makan dengan teratur dan mengkonsumsi makanan yang baik? Apakah sholat kita telah tepat waktu? Jam berapa kita tidur dan istirahat setiap harinya? Mengapa kita masih terus tidak memberikan toleransi pada mata kita padahal sudah lebih dari 12 jam terkena radiasi komputer? Pernahkah terpikir bahwa organ tubuh yang paling menderita ketika kita memaksa diri kita terjaga 24 jam non stop adalah hati?
Setan mengalir dalam aliran darah manusia. Mereka tidak pernah berhenti menjerumuskan kita sampai kita mati. Jika kita terus membiarkan keburukan mengaliri diri kita, maka jangan pernah berharap kita akan mati dengan membawa kebaikan. Demikian pula sebaliknya. Berbuat baik kepada orang lain itu penting, tetapi tidak lantas menafikan berbuat baik kepada diri sendiri.
Masih ingat bunyi hukum Pascal? bahwa tekanan yang diberikan oleh zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah dengan tekanan yang sama besar. Maka dengan demikian kita harus mengalirkan sederas mungkin aliran ‘darah kebaikan’ dan jangan pernah berhenti agar tidak ada ruang bagi setan mengalirkan ‘darah  kejahatan’. Baik saja tidak cukup. Butuh tekanan. Paksaan. Kebaikan pada awalnya harus dipaksakan. Karena jika kita tidak memaksakan diri untuk berbuat kebaikan, maka kita akan dipaksa untuk berbuat keburukan. Kebiasaan dalam segala hal membutuhkan latihan, ketekunan, dan kesabaran barulah menjadi bagian dari keseharian kita.
Tidak ada balasan bagi kebaikan melainkan kebaikan. (QS. 55:60)

No comments:

Post a Comment