Hari ini aku dan teman-temanku
sedang menonton sebuah film, yang bercerita tentang gengster di Italia. Seru
abis. Sampai-sampai, meski filmnya udah tamat, kami masih saja asyik membahasnya
di teras belakang. Film tadi mengingatkanku pada sebuah kisah ketika aku masih duduk
di bangku SMP dulu. Karena terinspirasi film kartun G-Force yang kami tonton di
tivi, aku dan teman-teman kemudian sepakat membuat sebuah genk, untuk
lucu-lucuan aja sih.
Ohya teman-teman, kenalin, namaku
Khalid, sekarang baru mau naik ke kelas 10. Nanti kalian juga akan aku kenalin
ke teman-teman, adiku, ayahku, dan juga mamaku. Ceritanya aku terusin dulu
yak...
Maka, kami pun sibuk mencari nama
yang pas untuk genk kami waktu itu, The Soldiers, bagus sih, macho, tapi kok
kedengaran seperti tukang las yak?. Kriwuls and the Black, hmm....cocok, tapi
Farhan agak keberatan karena nyinggung fisik katanya. Setelah rapat berjam-jam,
munculah satu nama yang kami sepakati: The Jackz, jangan lupa, pakai huruf “z”
dibelakang, dan mengucapkannya juga dengan mendesissss. The Jackz, ganazzzz,
chadazzzz...
The Jackz diambil dari nama jalan
rumahku: Jalan Nangka, bahasa inggrisnya kan jackfruit. Tahu kaaan?. Nggak lucu
kalo pake alamat rumah si Dimas, The Hairfruit, alias rambutan, The Langsep
kayaknya juga rada maksa.
The Jackz was Here. Kami pun
mulai keranjingan mencorat-coret apapun untuk menunjukkan eksistensi kami waktu
itu: wc sekolah, bangku warung bu prapto, sampai sendal jepit Erik pun tidak ketinggalan
diberi identitas: The Jackz Poenya! Hahaha.
Kami tidak main-main dengan genk
kami, ngomong pun sebisa mungkin pake bahasa Inggris, seperti di film. Kata
miss Mita, guru les bahasa Inggris kami, bahasa Inggris itu mudah asal berani
ngomong. Nah, ngegenk juga punya nilai positif kok. Tapi, karena nggak mau
diolok-olok dan dikira bule nyasar, kami pun sepakat, ngomong bahasa inggrisnya
pas ngumpul di rumah saja. :D
Setelah sholat Jumat, kami pun
janjian ngumpul di rumahku. Mama lagi bikin kolak pisang.
“Assalamualaikum Ma, I’m
back...”aku mengucapkan salam. Mama tahu bahwa kami sedang memfasihkan lidah
kami dengan istilah bahasa Inggris. Hari ini kami juga akan memperkenalkan The
Jackz pada Mama.
“Waalaikum salam” Mama menjawab
dari dapur.
“Ma, aku mau kenalkan nama genk
kami, The Jackz. Bagus kan ?” ku hampiri Mama yang sedang mengaduk kolak.
Dimas, Arya, Erik, dan Farhan pun ikutan nyusul.
“Iyes, aunty, Khalid is the
leader and I’m is the fruitchild[1]”
Erik menambahkan kalimatku dengan penuh percaya diri.
“Fruit apa?” tanya Mamaku
penasaran.
“Fruitchild. Anak buah, Maaa....”aku
menjelaskan lagi.
“Oh...”Mama manggut-manggut
sambil menuangkan kolak pisang itu ke piring kami satu per satu. Mama pasti
bangga dengan kemajuanku. Alhamdulillaah...
Kenyang menikmati sepiring kolak
pisang, kami pun melanjutkan sesi conversation di ruang tengah sambil nonton
film kartun.
“No...no... we walk to rat-street[2]
beside the got[3],
and then we can out from the small gang[4]
behind my house. More fast” Ujar Erik. Saat ini kami sedang memutuskan jalan
mana yang paling cepat menuju lapangan futsal kompleks sebelah.
“Mana ada red street di sekitar
situ, kalo jalan sempit sih banyak...”Arya ikut nimbrung.
“Please listen to me, Ya. R-a-t street, jalan tikus... dari tadi
kamu memang not connect[5]
terus” gantian Farhan menjelaskan.
Begitulah teman-temanku, si
kembar Dimas dan Arya adalah temanku sedari SD. Farhan adalah sepupuku dari
keluarga Ayah. Sedangkan Erik si kriwul, juga teman semenjak kecil walaupun
baru SMA ini kami bisa satu kelas. Kadang kami geli dan terpingkal-pingkal sendiri
mendengar bahasa yang kami pakai, sok nginggris gitu dan agak ngawur-ngawur
dikit. Yang penting kami paham maksudnya. Funny doesn’t play[6]
lah pokoknya.
“Futsalnya menang bos?” Ayah
menghampiriku yang baru keluar dari kamar mandi. Tumben memanggilku dengan
sebutan ‘bos’, mama nih pasti yang cerita. “Yang nunjuk kamu jadi bos genk
siapa, Lid?” tanya Ayah lagi.
“Nggak ada yang nunjuk,
Yah...mereka aja yang bilang. Keren ya Yah? Aku mau nambah frutchild dan
followers juga” jawabku dengan bangga.
“Jadi pemimpin itu konsekuensinya
berat lo, apalagi menjadi orang yang ditiru dan diikuti oleh orang lain.
Tanggung jawabnya nggak main-main. Ingat, setiap tindakan dan perbuatan selalu
ada perhitungannya dihadapan Allaah. Rokib dan Atid nggak pernah tidur” waduh.
Ayah kok jadi serius gini? Kugaruk kepalaku sambil nyengir-nyengir.
“Kami tidak melakukan kejahatan
atau perbuatan kriminal kok, Yah. Cuma buat seneng-seneng aja” aku masih
berdalih.
“Setiap pengikut, kelak akan mencari
para pemimpinnya di hari Akhir” Mama yang baru selesai mengaji ikut
menambahkan.
“Cool!!!!...berarti ntr aku masih
ketemu Erik dan kawan-kawan pas dihisab dong? Kalo gitu aku musti nyari
temen-temen yang banyak biar semakin banyak yang nemenin” hasyeeekk... Bahagia
rasanya, kata Mama ntar pas hari Akhir kita akan dikumpulkan pengan pemimpin kita.
“Tapi Mama dan Ayah nggak mau
ikut kamu. Kami punya panutan sendiri. Rosulullaah, yang telah menjamin kami
dengan keimanan kami. Kalau yang lain sih nggak janji yaaa...” tukas Mama
seraya menarik kursi di sebelahku. Bener juga.
“Menjadi pemimpin itu baik, dan
itu sunnah, karena Rosulullaah adalah khalifah terbaik. Sahabat-sahabat beliau adalah
para amirul mu’minin yang ketaqwaannya tidak diragukan lagi. Ayah mau cerita
sedikit tentang khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada saat beliau diberikan mandat
untuk melanjutkan kekhalifahan, beliau sempat menolak dan menangis. Kemudian
istri beliau bertanya mengapa beliau sampai sesedih itu, khalifah Umar bin
Abdul Aziz kemudian menjawab ‘Aku telah diberikan beban tugas yang amat berat
yang belum tentu bisa aku laksanakan. Dan kelak Allaah akan meminta
pertanggungan jawabku atas kepemimpinanku dan apa yang telah aku lakukan untuk
rakyatku’. Artinya, menjadi pemimpin itu kontraknya langsung sama Allaah”
Aku manggut-manggut menyimak
penjelasan Ayah. Kalau kontraknya sama Allaah, berat tuh. Kalau sampai
melanggar syariah, ancamannya neraka. Hiiii.....
“Kalau mau jadi pemimpin harus
punya 4 akhlaq yang dimiliki Rosulullaah yaitu shiddiq (baik), amanah (dapat
dipercaya), tabligh (menyampaikan semua yang difirmankan Allaah), dan fathonah
(bijaksana), dan masih banyak lagi syarat-syarat lainnya”
Aku hanya diam, teringat ceramah
ustad Adnan tadi siang yang juga membahas keteladanan Rosulullah.
“Menjadi pemimpin itu artinya,
memberikan kebaikan kepada semuanya, bukan malah menebarkan kemunkaran.
Sesungguhnya azab Allaah amatlah pedih bagi pemimpin-pemimpin yang dzolim.
Naudzublillah...” Ayah menutup obrolan kami sore itu dengan sebuah pemahaman
baru untukku. Astaghfirullaah, memimpin diri sendiri saja masih kacau, gitu mau
jadi pemimpin umat.
“Mama yakin kamu adalah seorang
pemimpin dan pejuang Islam yang sholeh, Nak. Seperti Khalid bin Walid, panglima
kaum muslimin yang tangguh dan pemberani. Teruslah memperbaiki diri ya...” Mama
memegang kedua bahuku dan menatapku penuh keyakinan, menumbuhkan semangat baru
di dalam jiwaku.
No comments:
Post a Comment