Wednesday, October 30, 2013

The Jackz is (not) Back!

Hari ini aku dan teman-temanku sedang menonton sebuah film, yang bercerita tentang gengster di Italia. Seru abis. Sampai-sampai, meski filmnya udah tamat, kami masih saja asyik membahasnya di teras belakang. Film tadi mengingatkanku pada sebuah kisah ketika aku masih duduk di bangku SMP dulu. Karena terinspirasi film kartun G-Force yang kami tonton di tivi, aku dan teman-teman kemudian sepakat membuat sebuah genk, untuk lucu-lucuan aja sih.
Ohya teman-teman, kenalin, namaku Khalid, sekarang baru mau naik ke kelas 10. Nanti kalian juga akan aku kenalin ke teman-teman, adiku, ayahku, dan juga mamaku. Ceritanya aku terusin dulu yak...
Maka, kami pun sibuk mencari nama yang pas untuk genk kami waktu itu, The Soldiers, bagus sih, macho, tapi kok kedengaran seperti tukang las yak?. Kriwuls and the Black, hmm....cocok, tapi Farhan agak keberatan karena nyinggung fisik katanya. Setelah rapat berjam-jam, munculah satu nama yang kami sepakati: The Jackz, jangan lupa, pakai huruf “z” dibelakang, dan mengucapkannya juga dengan mendesissss. The Jackz, ganazzzz, chadazzzz...


The Jackz diambil dari nama jalan rumahku: Jalan Nangka, bahasa inggrisnya kan jackfruit. Tahu kaaan?. Nggak lucu kalo pake alamat rumah si Dimas, The Hairfruit, alias rambutan, The Langsep kayaknya juga rada maksa.
The Jackz was Here. Kami pun mulai keranjingan mencorat-coret apapun untuk menunjukkan eksistensi kami waktu itu: wc sekolah, bangku warung bu prapto, sampai sendal jepit Erik pun tidak ketinggalan diberi identitas: The Jackz Poenya! Hahaha.
Kami tidak main-main dengan genk kami, ngomong pun sebisa mungkin pake bahasa Inggris, seperti di film. Kata miss Mita, guru les bahasa Inggris kami, bahasa Inggris itu mudah asal berani ngomong. Nah, ngegenk juga punya nilai positif kok. Tapi, karena nggak mau diolok-olok dan dikira bule nyasar, kami pun sepakat, ngomong bahasa inggrisnya pas ngumpul di rumah saja. :D
Setelah sholat Jumat, kami pun janjian ngumpul di rumahku. Mama lagi bikin kolak pisang.
“Assalamualaikum Ma, I’m back...”aku mengucapkan salam. Mama tahu bahwa kami sedang memfasihkan lidah kami dengan istilah bahasa Inggris. Hari ini kami juga akan memperkenalkan The Jackz pada Mama.
“Waalaikum salam” Mama menjawab dari dapur.
“Ma, aku mau kenalkan nama genk kami, The Jackz. Bagus kan ?” ku hampiri Mama yang sedang mengaduk kolak. Dimas, Arya, Erik, dan Farhan pun ikutan nyusul.
“Iyes, aunty, Khalid is the leader and I’m is the fruitchild[1]” Erik menambahkan kalimatku dengan penuh percaya diri.
“Fruit apa?” tanya Mamaku penasaran.
“Fruitchild. Anak buah, Maaa....”aku menjelaskan lagi.
“Oh...”Mama manggut-manggut sambil menuangkan kolak pisang itu ke piring kami satu per satu. Mama pasti bangga dengan kemajuanku. Alhamdulillaah...
Kenyang menikmati sepiring kolak pisang, kami pun melanjutkan sesi conversation di ruang tengah sambil nonton film kartun.
“No...no... we walk to rat-street[2] beside the got[3], and then we can out from the small gang[4] behind my house. More fast” Ujar Erik. Saat ini kami sedang memutuskan jalan mana yang paling cepat menuju lapangan futsal kompleks sebelah.
“Mana ada red street di sekitar situ, kalo jalan sempit sih banyak...”Arya ikut nimbrung.
“Please listen to me,  Ya. R-a-t street, jalan tikus... dari tadi kamu memang not connect[5] terus” gantian Farhan menjelaskan.
Begitulah teman-temanku, si kembar Dimas dan Arya adalah temanku sedari SD. Farhan adalah sepupuku dari keluarga Ayah. Sedangkan Erik si kriwul, juga teman semenjak kecil walaupun baru SMA ini kami bisa satu kelas. Kadang kami geli dan terpingkal-pingkal sendiri mendengar bahasa yang kami pakai, sok nginggris gitu dan agak ngawur-ngawur dikit. Yang penting kami paham maksudnya. Funny doesn’t play[6] lah pokoknya.
“Futsalnya menang bos?” Ayah menghampiriku yang baru keluar dari kamar mandi. Tumben memanggilku dengan sebutan ‘bos’, mama nih pasti yang cerita. “Yang nunjuk kamu jadi bos genk siapa, Lid?” tanya Ayah lagi.
“Nggak ada yang nunjuk, Yah...mereka aja yang bilang. Keren ya Yah? Aku mau nambah frutchild dan followers juga” jawabku dengan bangga.
“Jadi pemimpin itu konsekuensinya berat lo, apalagi menjadi orang yang ditiru dan diikuti oleh orang lain. Tanggung jawabnya nggak main-main. Ingat, setiap tindakan dan perbuatan selalu ada perhitungannya dihadapan Allaah. Rokib dan Atid nggak pernah tidur” waduh. Ayah kok jadi serius gini? Kugaruk kepalaku sambil nyengir-nyengir.
“Kami tidak melakukan kejahatan atau perbuatan kriminal kok, Yah. Cuma buat seneng-seneng aja” aku masih berdalih.
“Setiap pengikut, kelak akan mencari para pemimpinnya di hari Akhir” Mama yang baru selesai mengaji ikut menambahkan.
“Cool!!!!...berarti ntr aku masih ketemu Erik dan kawan-kawan pas dihisab dong? Kalo gitu aku musti nyari temen-temen yang banyak biar semakin banyak yang nemenin” hasyeeekk... Bahagia rasanya, kata Mama ntar pas hari Akhir kita akan dikumpulkan  pengan pemimpin kita.
“Tapi Mama dan Ayah nggak mau ikut kamu. Kami punya panutan sendiri. Rosulullaah, yang telah menjamin kami dengan keimanan kami. Kalau yang lain sih nggak janji yaaa...” tukas Mama seraya menarik kursi di sebelahku. Bener juga.
“Menjadi pemimpin itu baik, dan itu sunnah, karena Rosulullaah adalah khalifah terbaik. Sahabat-sahabat beliau adalah para amirul mu’minin yang ketaqwaannya tidak diragukan lagi. Ayah mau cerita sedikit tentang khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada saat beliau diberikan mandat untuk melanjutkan kekhalifahan, beliau sempat menolak dan menangis. Kemudian istri beliau bertanya mengapa beliau sampai sesedih itu, khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian menjawab ‘Aku telah diberikan beban tugas yang amat berat yang belum tentu bisa aku laksanakan. Dan kelak Allaah akan meminta pertanggungan jawabku atas kepemimpinanku dan apa yang telah aku lakukan untuk rakyatku’. Artinya, menjadi pemimpin itu kontraknya langsung sama Allaah”
Aku manggut-manggut menyimak penjelasan Ayah. Kalau kontraknya sama Allaah, berat tuh. Kalau sampai melanggar syariah, ancamannya neraka. Hiiii.....
“Kalau mau jadi pemimpin harus punya 4 akhlaq yang dimiliki Rosulullaah yaitu shiddiq (baik), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan semua yang difirmankan Allaah), dan fathonah (bijaksana), dan masih banyak lagi syarat-syarat lainnya”
Aku hanya diam, teringat ceramah ustad Adnan tadi siang yang juga membahas keteladanan Rosulullah.
“Menjadi pemimpin itu artinya, memberikan kebaikan kepada semuanya, bukan malah menebarkan kemunkaran. Sesungguhnya azab Allaah amatlah pedih bagi pemimpin-pemimpin yang dzolim. Naudzublillah...” Ayah menutup obrolan kami sore itu dengan sebuah pemahaman baru untukku. Astaghfirullaah, memimpin diri sendiri saja masih kacau, gitu mau jadi pemimpin umat.
“Mama yakin kamu adalah seorang pemimpin dan pejuang Islam yang sholeh, Nak. Seperti Khalid bin Walid, panglima kaum muslimin yang tangguh dan pemberani. Teruslah memperbaiki diri ya...” Mama memegang kedua bahuku dan menatapku penuh keyakinan, menumbuhkan semangat baru di dalam jiwaku.



[1] Fruitchild: anak buah
[2] Rat street: jalan tikus
[3] The got: got, selokan
[4] Small gang: gang kecil
[5] Not connect: nggak nyambung
[6] Funny doesn’t play: lucu bukan main

No comments:

Post a Comment